PENGALAMANKU...
Perkenalkan dulu, namaku
Nina. Kisah ini kutulis untuk Pembaca. Maaf barangkali
kisah ini tidak
tersampaikan dalam bahasa yang bagus, karena aku tidak mempunyai
pengalaman sedikitpun
dalam hal tulis-menulis dan olah kata.
Sampai aku lulus SMA.
Pada saat itu aku dilamar seorang pria yang masih ada ikatan
saudara, sebut saja Mas
Wira. Orangnya ganteng dan orangtuanya cukup kaya. Aku
waktu itu baru berusia
19 tahun. Sebenarnya memang aku sudah naksir sama Mas
Wira. Maka waktu aku
dilamar, walaupun masih sangat muda, aku sih mau saja.
Kupikir walaupun sekolah
terus, toh nanti juga akan di rumah mengurus keluarga,
karena Mas Wira tidak
mengizinkan aku bekerja. Kasihan anak-anak katanya. Tentu
saja yang paling
penting, bagaimana setelah kami dikawinkan dan mengarungi hidup
ini bersama Mas Wira.
Beberapa bulan sebelum
perkawinan kami, dalam masa pacaranku yang singkat, aku
mendapatkan pengalaman
mengenai penis laki-laki. Pada hari libur aku dan Mas
Wira sering berpergian
berdua dengan sepeda motor. Tetapi pacaran kami yang
nyerempet-nyerempet
bahaya justru terjadi di rumah Mas Wira. Ciuman pertama
berlangsung di gedung
bioskop, waktu nonton berdua. Itupun belum dapat dinikmati
betul. Tapi karena
pertama kali rasanya luar biasa. Kalau untuk ukuran jaman
sekarang, ciuman di
bioskop itu rasanya lucu dan hambar. Kurang nafsu. Setelah
menjadi suami istri aku
sering diledek oleh suamiku mengingat ciuman di bioskop
itu. Pertama kali aku
melihat kemaluan laki-laki adalah punya Mas Wira. Hal itu
terjadi waktu aku hanya
berdua di rumah Mas Wira. Kami berdua ditinggal
kondangan oleh orang tua
Mas Wira. Kami berciuman sepuasnya dan Mas Wira
meremas-remas buah
dadaku dengan penuh nafsu. Karena nafsu semakin naik, Mas
Wira sampai merogoh
kemaluanku. Aduh rasanya takut-takut nikmat. Celana
dalamku dipelorotkan
sampai ke pahaku.
"Nin kamu pengin
lihat punyaku nggak?" tanya Mas Wira. Aku diam saja, rasanya
takut dan malu sekali.
Tapi Mas Wira langsung membuka sarungnya dan melorotkan
celana dalamnya. Aku
kaget juga melihat penis Mas Wira yang tegang tegak berdiri.
Kepalanya 'mbendol,' dan
aku jadi teringat waktu aku melihat penis kuda waktu aku
masih kecil. Kelihatan
urat-uratnya menonjol di kiri-kanan batang penisnya.
Tanganku dituntun Mas
Wira untuk memegangnya. Aku segera menggenggamnya
dan memijit-mijitnya.
Aduuh, rasanya berdebar-debar sekali. Aku betul-betul telah
memegang dan menggenggam
penis laki-laki. Aku mengelus-elus kepalanya. Mas
Wira menggeliat dan
mendesis, "Aduuh geli... Nin", katanya. Saat itu kami hanya
sampai memegang-megang
saja. Kami belum berani bertindak lebih jauh. Itupun
malam harinya aku
teringat-ingat penis Mas Wira yang tegang dan besar. Apakah
nanti muat kalau masuk
ke vaginaku? Dan ini aku ketahui pada malam pengantin
kami. Setelah pesta selesai
dan saudara-saudara telah pulang, baru terasa betul bahwa
kami sangat capai dan
mengantuk. Kami berdua masuk kamar pengantin kami.
Karena sudah
suami-isteri rasanya justru tidak malah santai dan tidak tergesa-gesa,
tidak begitu
menggebu-gebu untuk mulai bercumbu. Kami ganti pakaian, aku pakai
daster dan Mas Wira
pakai sarung dan kaos oblong. Kami berhadapan dan berciuman
dengan mesra, saling
meraba dan membelai. Entah siapa yang memulai, tahu-tahu
dasterku telah terlepas,
celana dalamku telah lepas pula, BH-ku telah jatuh. Mas
Wira membuka sarung,
celana dalam dan kaos oblongnya. Telanjang bulat berdua.
Mas Wira sudah nafsu
sekali. Aku dibaringkannya di kasur. Mas Wira menciumi
seluruh wajah dan
badanku dari atas sampai bawah. Tangannya berhenti di
vaginaku, dielus,
dibelai dikilik-kiliknya kelentitku. Liangku sudah basah. Tidak kalah
semangat, penis Mas Wira
kugenggam kuat-kuat dan kuelus-elus kepalanya. Mas
Wira mulai menindihku,
menciumiku. Ternyata berat juga!
"Sekarang, ya
Nin." Aku mengangguk. Kakiku aku kangkangkan, tangan Mas Wira
memegang penisnya
diarahkan ke vaginaku. Tangannya menuntun tanganku
memegang penisnya.
"Tolong dipaskan ke lubangnya Nin", kata Mas Wira serak. Aku
paskan kepala penisnya
ke lubang vaginaku. Mas Wira menekan, nekan lagi, nekan
lagi nggak masuk-masuk
juga. Aku semakin takut, nafsuku justru menurun. Mas
Wira membasahi kepala
penisnya dengan ludahnya. Aku paskan lagi ke lubangku.
Ditekannya, dan blees
masuk kepalanya. Aku menjerit lirih. "Sakiit ya Nin. Sakit
yaa", bisik Mas
Wira. Aku mengangguk. Ya Ampun penis Mas Wira baru masuk
sepertiganya. Rasanya
perih dan mengganjel sekali di liang vaginaku. Mas Wira
menekan masuk lebih
dalam, seret sekali. Nampaknya ludah Mas Wira hanya
membasahi kepalanya
saja, sehingga batangnya tetap kering. Kalau penisnya
digerakkan rasanya
sakit. Aku takut sekali. Kalau nanti sakit terus, lalu nanti
gimana? Akhirnya aku
menangis. Mas Wira kaget. Dicabutnya penisnya pelan-pelan
dan aku diciuminya,
"Aduuh, sakit sekali ya Nin. Sudah-sudah dulu nggak usah
diterusin dulu",
katanya menghiburku.
"Nanti Mas Wira
gimana kalau sakit terus", bisikku sambil memeluknya.
"Nanti, lama-lama
kan nggak sakit. Sabar saja deh", hiburnya. Tapi aku yakin Mas
Wira pasti kagok malam
itu.
Ceritanya malam
pengantin kami tidak selesai. Mas Wira gagal memerawaniku. Kami
tidur karena memang
capai dan mengantuk. Pagi-pagi bangun. Mas Wira berkata
"Nin, sarungku
basah. Spermaku keluar sendiri semalam waktu kutidur." Nampaknya
karena sudah nafsu
sekali, dan persetubuhan kami tidak selesai, spermanya yang
sudah siap muncrat
akhirnya keluar sendiri waktu Mas Wira tidur. Kasihan Mas Wira.
Pagi itu setelah mandi,
aku masuk ke kamarku. Kemaluanku masih agak panas
rasanya. Kulihat lubang
vaginaku dengan cermin. Kulihat liangnya masih tampak
rapat, Kelentitnya juga
nampak jelas dan agak kebiruan. Kasihan Mas Wira. Aku
berjanji malam nanti
harus dapat diselesaikan.
Malamnya kami masuk
kamar tidur sekitar pukul 21.00. Mas Wira langsung memeluk
dan menciumku. Aku sudah
siap-siap, sehingga tidak pakai celana dalam dan BH.
"Mas, ayo kita
selesaikan Mas!" kataku. Mas Wira juga hanya pakai sarung saja.
Dilepasnya sarungnya,
dan dasterku disingkapkan ke atas sampai ke leherku,
sehingga buah dadaku
juga terbuka. Mas Wira sudah akan naik di atasku.
"Mas.. penisnya
dibasahi sampai kuyup semua yaa. Sampai belakang ke pangkalnya,
biar licin", kataku.
Mas Wira diam saja, terus meludahi telapak tangannya dan
dioleskan ke penisnya.
Benar juga, penisnya relatif mudah masuk walaupun terasa
mengganjel banget.
Akhirnya masuk semuanya. Mas Wira mulai turun naik. Aku
mulai menikmatinya.
Makin basah, makin licin, dan makin nikmat, makin nikmat,
makin nikmat. Mas Wira
juga makin bersemangat mengocokku. Dia merangkulku,
menciumiku. Penisnya
terasa keluar-masuk vaginaku yang sudah semakin licin.
Benar-benar penis itu
rasanya nikmat sekali. Otot vaginaku makin berkontraksi
menjepit keras penis Mas
Wira. Mas Wira makin cepat mencoblos vaginaku, dan
akhirnya dia menekan
penisnya masuk dalam-dalam sampai habis ke pangkalnya.
Mas Wira. Memang haknya
dia. Aku bahagia sekali, Mas Wira sudah bisa muncrat
spermanya di vaginaku.
Malam itu aku belum benar-benar merasakan nikmatnya
bersetubuh. Tapi aku
sudah punya keyakinan vaginaku sudah tidak akan sakit lagi.
Setelah malam itu, kami
hampir setiap malam bersetubuh. Aku sudah bisa
merasakan orgasme
beberapa kali sampai lemas. Aku tidak malu-malu lagi untuk
bergerak, menggeliat,
mencengkeram, melenguh, merintih menikmati coblosan
suamiku. Mas Wira juga
mengajariku beberapa variasi dalam berhubungan seks.
Tetapi sampai saat ini
Mas Wira tidak mau aku mengulum penisnya. Katanya penis
itu tempatnya di vagina
bukan di mulut. Dia kasihan kalau aku harus mengemot dan
mengulum penisnya.
Rasanya dia kayak orang yang sewenang-wenang sama
istrinya. Demikian juga
aku juga tidak tega kalau suamiku sampai mengulum dan
menjilati vagina dan
clitorisku. Memang betul Mas Wira, vagina itu rumah penis,
kalau lidah ya di mulut.
Kehidupan seksual dengan
suamiku baik-baik saja, sampai aku hamil. Pada saat
hamil kami tetap
bersetubuh dengan teratur, walaupun dengan berhati-hati. Bahkan
malam sebelum anakku
lahir, kami masih bersetubuh. Kata Mas Wira setelah hamil
tua, vaginaku menjadi
semakin lebar dan licin, tetapi nikmat juga. Aku juga tetap
merasa nikmat. Aku
melahirkan bayi laki-laki yang cakep banget dan sehat. Kata
Mas Wira anak ini pasti
sehat karena setiap malam "disepuh" atau dilumuri sperma
ayahnya waktu di dalam
kandungan. Terang saja, sampai hamil besarpun kami tetap
bersetubuh minimal dua
kali seminggu.
Satu bulan lebih setelah
melahirkan, Mas Wira sudah nggak tahan lagi. Tiap malam
penisnya tegang banget.
Walaupun kupijit dan kukocok, tetapi spermanya bandel
nggak mau keluar-keluar
juga. Lama-lama aku kasihan juga sama Mas Wira.
Nampaknya persediaan
spermanya sudah penuh dan pengin muncrat keluar.
"Mas.. sekarang
boleh dicoba yaa. Tapi pelan-pelan lho", ajakku suatu malam
setelah aku mengocok
penisnya.
"Sudah berani Nin..
sudah sembuh." Aku mengangguk. Dasterku kusingkapkan ke
atas. Buah dadaku yang
besar karena sedang menyusui, kelihatan putih
menggunung. Mas Wira
membuka celana dalamku. Buah dadaku diciuminya dan
mengenyot pentilku
pelan-pelan.
"Mas.... jangan
kuat-kuat nanti air susunya keluar lho",
"Habis gede banget
dan putih Nin. Aku gemes banget."
Kakiku aku kangkangkan,
dan Mas Wira mulai naik ke atas tubuhku. vaginaku siap
dicoblos. Pelan-pelan
kepala penisnya menempel ke lubangku, ditekan pelan, masuk,
masuk dan akhirnya masuk
semuanya. Kami langsung menikmatinya. Karena sudah
satu bulan lebih tidak
masuk ke vaginaku, waah Mas Wira langsung ngotot deh,
nafsu banget.
"Mas.. alon-alon lho. Kok langsung ngotot siih." "Nin.. aku
pengin
banget. Begitu masuk
pelirku langsung nikmat banget. Aku pasti cepat keluar niih.
Nggak apa-apa ya Nin.
Aduuh nikmat banget Nin", katanya dengan terus
mengocokku.
"Kalau sudah mau
keluar langsung dicrootkan saja lho Mas. Nggak usah ditahan-
tahan. Aku juga sudah
nikmat kok. Dicrotkan di luar saja lo Mas", kataku sambil
mengelus punggungnya.
Mas Wira tidak menjawab, hanya terus menyetubuhiku
dengan penuh semangat.
"Nin aku mau
keluar... mau keluaar. Aduuh keluar.. Nin." Mas Wira cepat mencabut
penisnya. Cepat kusambar
dan kugenggam kuat-kuat. Spermanya muncrat-muncrat
di atas perutku. Mas
Wira langsung lemas dan terguling di sampingku. Aku
membersihkan penis Mas
Wira dan sperma yang berantakan di atas perutku.
"Enaak Mas.."
bisikku sambil tersenyum.
"Aduuh nikmat
banget Nin. Sudah ngampet sebulan. Sayang 10 menit sudah keluar
yaa... Kamu sudah puas
belum Nin", katanya sambil memandangku.
"Nggak apa-apa Mas.
Ini kan percobaan. Nanti dipuas-puasin deeh. Tadi aku agak
takut juga. Habis Mas
langsung ngotot saja. Tapi ternyata lama-lama nikmat juga.
Besok lagi ya Mas."
Kami tertawa, berciuman lagi. Mesra. Aku bahagia sekali.
Mungkin bagi sebagian
pembaca menganggap hubungan suami-istri seperti kisahku
ini adalah hal yang
sudah semestinya. Sehingga sensasinya tidak begitu mencekam
lagi, karena itu sudah
hal yang biasa dan wajib dilakukan oleh sepasang suami istri.
Dan kami memang selama
ini berhubungan badan secara normal-normal saja.
Konvensional dan tidak
pernah aneh-aneh. Paling-paling Mas Wira masuk lewat
belakang dengan
berbaring miring atau aku menungging.
Aku juga tidak senang
berada di atas, karena aku malah capai dan masuknya terlalu
dalam. Aku lebih senang
di bawah saja. Aku paling senang kalau kakiku kubuka
lebar-lebar, dan Mas
Wira mencoblos vaginaku (vulva, red) dengan diputar-putar
disenggolkan klitorisku
dan dinding kemaluanku. Tetapi kalau sudah mau keluar Mas
Wira minta kakiku
dirapatkan. Aku kadang-kadang juga capai mengangkangkan
kakiku karena Mas Wira
tidak keluar-keluar spermanya. Biasanya kakiku kurapatkan
dan Mas Wira pasti
langsung tambah semangat. Katanya kalau kakiku dirapatkan
vaginaku akan menonjol
ke atas dan rasanya pelir (penis, red) Mas Wira masuk
dalam banget, dan buah
zakarnya menempel di pangkal pahaku. Katanya kalau
sudah nikmat sekali
rasanya yang masuk tidak hanya penis Mas Wira saja, tetapi
seluruh badan dan
jiwanya masuk ke vaginaku. Luar biasa. Tidak berapa lama kalau
sudah begitu Mas Wira
tidak tahan lagi dan langsung menyemprotkan spermanya
dan langsung lemas.
Kami juga punya banyak
koleksi film-film biru. Tetapi lama-kelamaan aku jadi biasa
dan tidak begitu
bersemangat untuk nonton. Biasanya Mas Wira menonton di kamar
tidur kami, sambil
tiduran di sampingku. Kalau ada pemain yang penisnya besar dan
panjang, biasanya Mas
Wira memberi tahuku. Dan memang kulihat ada yang besar
sekali dan panjang
sampai tidak kuat berdiri tegak, tetapi menggelantung di antara
pahanya. "Nin kalau
lihat penis segede itu kamu pengin ngrasain nggak Nin. Aku jadi
minder lho kalau lihat
yag segede itu", kata Mas Wira. "Nggak, aku nggak pengin.
Aku sudah puas dan cape
melayanimu, Mas. Jangan kawatir deh. Aku sudah puas
sama yang ini",
kataku sambil meremas penis Mas Wira. Sungguh aku tidak kepingin
dimasuki penis yang
segede itu. Paling-paling malah sakit kegedean. Menurutku
punya Mas Wira sudah
cukup besar dan panjang. Kami pernah mengukur,
panjangnya 15 cm.
Kalau diameternya aku
belum pernah mengukur. Tetapi jelas bagiku penis Mas Wira
memuaskan vaginaku.
Kepalanya licin, mengkilat dan agak lancip. Kepalanya dulu
agak kemerahan, tetapi
makin lama kok makin gelap warnanya, agak kehitam-
hitaman. Aku senang
sekali mengelus-elus kepala penis itu dan biasanya Mas Wira
mendesis-desis kegelian.
Kalau sudah kepingin sekali dari lubangnya keluar sedikit
cairan yang bening dan
agak lengket. Menurut pengalamanku selama ini aku tidak
mempedulikan besar
kecilnya penis Mas Wira. Yang penting kami bersetubuh dengan
penuh nafsu. Sehingga
apapun gerakan penisnya Mas Wira akan terasa nikmat sekali
di vaginaku. Yang
penting penis harus tegang dan masuk sampai habis mepet ke
vaginaku. Aduh kalau
sudah begitu aku marem banget deh. Kalau sudah mau keluar
Mas Wira akan mengocok
semakin cepat dan kasar. Aku mengimbanginya dengan
merangkul dan
mengantolkan kakiku di pantatnya Mas Wira.
Dulu waktu sebelum punya
anak, kalau sudah mau ejakulasi penisnya dibenamkan
dalam-dalam ke vaginaku.
Tetapi sekarang karena harus mengatur kelahiran, kalau
mau keluar, cepat-cepat
penisnya dicabut dari vaginaku, cepat kupegang dan
dikocok-kocok sedikit
dan spermanya langsung muncrat di atas perutku dan dadaku.
Pernah juga menyemprot
ke mukaku, karena penisnya waktu itu menghadap ke
atas. Akhirnya kami
sepakat kalau keluar penisnya tidak usah kupegang, tetapi
langsung ditekankan di
pangkal pahaku di samping vaginaku. Mas Wira boleh
menekan kuat-kuat di
lipatan pangkal pahaku itu, karena aku tidak sakit. Tetapi
kalau ditekankan di atas
vaginaku, rasanya sakit tertekan penisnya yang keras
kayak kayu itu.
Akhirnya spermanya
menyemprot di pangkal pahaku, membasahi rambut
kemaluanku, dan
kadang-kadang menyemprot jauh ke atas sprei. Kata Mas Wira
kalau ejakulasi penisnya
harus tertekan. Kalau penisnya tertekan, ototnya akan
berkontraksi waktu mau
ejakulasi. Katanya rasanya luar biasa. Pernah dicoba waktu
ejakulasi dibiarkan
saja, kata Mas Wira, spermanya hanya menyemprot saja tidak
disertai kenikmatan
seperti dipegang dan dikocok. Tahu-tahu cuma lemas doang.
Kalau dikeluarkan di
dalam vaginaku, yang membuat nikmat karena dibenamkan
dalam-dalam, sampai bulu
kemaluan kami menyatu. Kadang-kadang aku
merindukan untuk
disemprot sperma Mas Wira. Aku kangen dengan sperma Mas
Wira yang membuat
lubangku basah dan licin. Aduh rasanya marem banget deh.
Sekarang kami bisa
begitu hanya pada waktu sehabis mens saja. Begitu paginya
selesai mens, malamnya
aku pasti minta, "Mas, ayo aku dipejuhi."
Kami juga pernah pakai
kondom. Tetapi kami tidak merasa nyaman. Rasanya
lubangku hanya kemasukan
benda mati saja. Demikian juga Mas Wira, katanya dia
merasa tidak alami. Dia
bisa ejakulasi karena selalu ditekankan dalam-dalam.
Kenikmatan kepala
penisnya jadi hilang. Biasanya lama sekali, sampai capai,
spermanya tidak
keluar-keluar. Sekarang kami tidak pernah pakai lagi. Mas Wira
juga kreatif dalam
berhubungan seks. Kami biasa main di kursi tamu, di dapur, di
kamar mandi dan bahkan
di depan jendela yang terbuka di lantai dua. Kalau di kursi,
aku duduk bersandar di
kursi dan membuka kakiku lebar-lebar. Mas Wira
memasukkan penisnya dari
depan dan tangannya bertahan pada sandaran kursi. Aku
senang dengan posisi
ini, karena aku tidak ditindih oleh Mas Wira yang beratnya 69
kg. Penisnya juga bisa
masuk dalam sekali.
Pernah juga kami main di
dapur. Mula-mula Mas Wira merangkul dari belakang
mempermainkan buah
dadaku waktu aku sedang membuat teh. Kami jadi nafsu
sekali, dan aku duduk di
meja dapur. Mas Wira memasukkan dari depan sambil
berdiri. Kami dapat
melihat penis Mas Wira keluar masuk vaginaku. Atau aku
membelakangi berpegangan
meja dapur. Mas Wira masuk melalui belakang. Aku
tidak begitu suka dengan
posisi ini, karena penisnya akan masuk terlalu dalam.
Kalau sudah selesai,
kami harus mengepel lantai, karena spermanya muncrat-
muncrat di lantai dapur.
Kalau di depan jendela (di lantai 2), mula-mula kami hanya
main-main bersenda
gurau. Sampai saling memegang dan meraba. Akhirnya kami
jadi nafsu banget. Aku
dicoblos dari belakang, dan aku berpegangan pada jendela.
Enak juga lho.
Kalau di kamar mandi sih
sering sekali. Tetapi aku pasti kebagian untuk memegang
dan mengocok penis Mas
Wira kalau sudah mau keluar. Setelah itu kami saling
mencuci. Penisnya
bagianku dan vaginaku bagian Mas Wira. Asyik juga lho. Mas
Wira-ku ini memang
kreatif. Pagi-pagi kami berdua saja. Anak kami sedang berada
di rumah neneknya. Mas
Wira sudah siap mau berangkat. Dia mendadak
menciumku. Kok tumben
batinku. Ciumannya agak lama. Akhirnya kami kepingin
banget. Mas Wira membuka
lagi pakaiannya yang sudah rapi. Kami bersetubuh
cukup lama. Bebas betul.
Tidak ada orang lain. Kami saling menggeram dan
merintih. Setelah
selesai kami mandi bareng. Pernah juga Mas Wira sekitar pukul
09.00 sudah pulang.
Kupikir akan mengambil sesuatu. Tetapi tahu-tahu dia berkata
"Nin aku pengin
banget. Makanya aku pulang Ayo dong Nin." Aku melongo dan
akhirnya tertawa. Oh ala
Mas.. Mas, kok kebangeten teman sih. Aku layani Mas Wira
pagi itu sampai puas.
Kami beberapa kali mengulanginya lagi. Kadang-kadang aku
mengharapkan Mas Wira
pulang hanya untuk menyetubuhiku. Asyik juga lho. silakan
coba deh.
Dalam hal seks
sebenarnya aku sudah puas sekali dipenuhi oleh Mas Wira. Aku
punya keponakan, yaitu
anak dari kakaknya Mas Wira yang tinggal dalam satu
komplek dengan kami.
Keponakan kami itu masih kuliah. Suatu hari Mas Wira
sedang tidak ada di
rumah karena ada tugas ke luar kota selama seminggu dan
anakku juga sedang ada
di rumah neneknya. Kira-kira pukul 19.00 keponakan Mas
Wira itu, Denny namanya,
datang ke rumahku. Aku agak nggak enak juga, malam-
malam aku sedang
sendirian kok dia datang ke rumahku. Nampaknya Denny tahu
bahwa aku sedang
sendirian. Mula-mula dia bilang mau cari obat flu, tetapi setelah
kuberi, dia tidak segera
pulang juga. Pembaca harap ketahui bahwa keluarga Mas
Wira itu orangnya memang
cakep-cakep. Yang perempuan cantik-cantik. Denny ini
tidak kalah dengan Mas
Wira. Orangnya tinggi semampai dan kuning. Wajahnya
tidak ganteng tetapi
cantik seperti wanita. Orangnya nampak lebih romantis
daripada Mas Wira. Kami
duduk di ruang tamu. Aku pamit ke dapur untuk membuat
minum, Aku sedang
menyeduh teh, ketika Denny tiba-tiba sudah di belakangku.
Sebelum kusadar apa yang
terjadi, Denny sudah mendekapku dari belakang.
"Denny, jangan..
jangan, nggak boleh.." kataku sambil berusaha melepaskan diri.
"Mbaak.. Mbaak
Nina", bisiknya sambil menciumi leherku dan telingaku.
"Mbaak aku kangen
banget sama Mbaak. Kasihanilah aku Mbaak. Aku kangen
banget", bisiknya
sambil terus mendekapku erat-erat.
"Ingat Denny aku
tantemu lhoo. istri Oommu .. ini nggak boleh.." kataku sambil
meronta-ronta.
"Aduhh. Mbaak
jangan marah yaa. Aku nggak kuaat", bisiknya penuh nafsu.
Tangannya meremas buah
dadaku, menciumi leher dan belakang telingaku. Tangan
kirinya merangkulku dan
tangan kanannya tahu-tahu sudah meraba vaginaku. Aduh,
gilaa, malah bangkit
nafsuku. Kalau tadi aku meronta, sekarang aku malah diam,
pasrah, menikmati
remasan di vaginaku. Aku dibaliknya menjadi berhadapan, aku
didekapnya, dan diciumi
wajahku. Dan akhirnya bibirku dikemotnya habis-habisan.
Lidahnya masuk ke
mulutku, dan aku tidak terasa lagi lidahku juga masuk ke
mulutnya. Denny ini
menurutku saat itu agak kasar tetapi benar-benar romantis, aku
benar-benar terhanyut.
Sensasinya luar biasa.
Mungkin orang diperkosa
itu kalau situasinya memungkinkan malah menjadi nikmat
untuk dinikmati. Aku
membalas pelukannya, membalas ciumannya. Kami semakin
liar. Tangan Denny
menyingkap dasterku dan merogoh ke dalam celana dalamku.
vaginaku didekapnya dan
dipijat-pijatnya, diremasnya, dimainkannya jarinya di
belahan vaginaku dan
menyentuh clitorisku. Kami tetap berdiri, aku didorongnya
mepet menyandar ke
tembok. Celana dalamku dipelorotkan di pahaku, sementara
dia membuka celana dan
memelorotkan celana dalamnya. Penisnya sudah tegang
banget mencuat ke atas.
Tangan kananku dibimbingnya untuk memegangnya.
Aduuh besar sekali,
lebih besar daripada punya Mas Wira. Secara reflek penisnya
kupijat dan
meremas-remas dengan gemas. Denny semakin menekan penisnya ke
vaginaku. Aku paskan di
lubangku, dan akhirnya masuk, masuk semuanya ke dalam
vaginaku. Denny dengan
sangat bernafsu mengocok penisnya keluar masuk. Benar-
benar kasar gerakannya,
tetapi gila aku sungguh menikmatinya. Penisnya terasa
mengganjal dan nikmat
banget. Aku pegang bokongnya dan kutekan-tekankan
mepet ke pangkal pahaku,
agar mencoblos lebih dalam lagi.
"Mbaak aku nggaakkk
taahaan lagiii..." keluhnya.
"Di luar saja, di
luar saja yaa..." bisikku dengan nafas memburu.
"Oooh...
Mbaakkk..", cepat kudorong pinggulnya ke belakang, sehingga penisnya
terlepas dari vaginaku.
Tangan Denny segera menggenggam penisnya dan
spermanya muncrat
mengenai perut, dasterku dan sebagian tumpah di lantai dapur.
Kami berpelukan lagi
sambil mengatur napas kami. Ya ampun, aku disetubuhi Denny
dengan berdiri,
dipepetkan ke tembok. Gila, aku malah menikmatinya, aku orgasme,
walaupun hanya dilakukan
tidak lebih dari 10 menit saja.
Setelah selesai aku dan
Denny cepat-cepat membersihkan diri si kamar mandi.
Setelah itu kami duduk
berdua di sofa. Sambil berpelukan.
"Denny, aku masih
deg-degan dan gemeteran lho..", kataku.
"Aku sayang sama
Mbak Nina", kata Denny.
"Kamu luar biasa
deh Den. Your "little one" keras banget. Nggak little kok tapi
BIG",
kataku sambil tersenyum.
Denny juga tersenyum,
sambil membelai rambutku.
"Punyaku longgar ya
Den? Mas Wira suka bilang gitu. Khan udah buat lewat Andy
anakku", tanyaku.
"Enggak kok Mbak,
punya Mbak Nina masih oke banget, pasti Oom Wira cuma
bercanda", kata
Denny.
Kami berdua tersenyum
dan mempererat pelukan kami.
Setelah Denny pulang aku
jadi ketakutan setengah mati. Jangan-jangan ada orang
yang tahu. Aduh bisa
geger komplek ini. Malam itu aku langsung mandi keramas.
Setelah mandi, sambil
menonton TV di kamarku aku berpikir macam-macam. Aku
telah selingkuh, apa aku
ini diperkosa. Diperkosa? Aku justru menikmatinya. Denny
itu kurang ajar dan
kasar. Tapi penisnya gede banget dan nikmat banget. Mengapa
Denny kurang ajar
kepadaku? Dan pasti dia sudah menaksirku sejak lama. Kalau
nafsunya naik ke kepala,
mengapa dilampiaskan kepadaku? Tetapi mengapa aku
juga menikmatinya? Aku
ketiduran sampai pagi.
Perselingkuhanku dengan
Denny berulang beberapa kali, selalu saat Mas Wira ke
luar kota. Kami
melakukan di kamar tidurku atau di sofa ruang tamuku. Aku seperti
punya simpanan
laki-laki, dan aku benar-benar menikmati persetubuhan colongan
itu. Karena dilakukan
dengan takut-takut ketahuan orang, akhirnya selalu terburu-
buru, tetapi sensasinya
luar biasa. Memabokkan, dan membuatku kecanduan.
Hubunganku dengan Denny
berakhir, setelah dia selesai kuliahnya dan mendapat
pekerjaan di kota lain.
Sebelum dia pergi, aku sengaja menghindar untuk tidak
menemuinya. Waktu dia
pamit ke rumahku, aku pergi lewat pintu belakang pura-
pura tidak tahu. Dia
ditemui Mas Wira saja. Aku akan melupakannya. Harus
melupakannya. Aku wajib
menjaga keutuhan rumah tanggaku yang telah aku bina
bertahun-tahun. Akhirnya
aku melupakannya. Sekarang hanya penis Mas Wira yang
memasuki vaginaku.
Pengalaman Paling
Mengasyikkan
Aku sekedar ingin
berbagi pengalaman ketika aku making love dengan temanku
bernama Reni. Ia adalah
teman kuliahku yang berkulit putih mulus serta sexy sekali.
Sebenarnya sudah cukup
lama aku sangat tertarik dengan bodynya.Kalau melihat
dia, aku sering
bayangkan betapa asyiknya jika making love dengannya.
Suatu ketika aku
berkunjung ke rumahnya, kebetulan saat itu rumahnya sedang
kosong. Ketika aku
diajak masuk, aku nggak ngira kalau dia lagi nyetel VCD. Aku
kemudian diajak nonton
bareng. Ternyata disetel adalah film BF. Kulihat dia cukup
menikmati tontonan
tersebut. Beberapa saat kemudian secara nggak sadar ia
mengelus elus pahaku dan
terus naik ke barangku yang sudah tegang lihat adegan
di TV. Ia terus mengelus
elus barangku.
Akhirnya aku jadi nggak
sabar, kupelorotkan aja celanaku. Ia tampak girang melihat
barang ku yang sudah
berdiri tegak dengan gagah. Ia Tampak bernafsu dan
langsung mengelus-elus
barangku, serta menciumi kemaluanku.
Aku jadi tambah nggak
sabar, langsung saja kujejalkan kemaluanku kemulutnya.
Ternyata ia menyambutnya
dan dengan canggih sekali ia mainkan barangku di
mulutnya. Aku
benar-benar nggak ngira kalau dia ahli sekali melakukan oral sex dan
kuakui bahwa permainan
mulutnya cukup hebat. Ia demikian ahli mengombinasikan
antara hisapan, gigitan
serta jilatan.
Aku merasakan sangat
kenikmatana yang luar biasa. Dan ia tampaknya semakin
bersemangat ketika aku
juga merespon dengan mengenjot kemaluanku di mulutnya.
Bahkan ketika aku
mencoba untuk mencabutnya, ia berusaha mencegahnya,
sehingga kemaluanku
tidak bisa lepas dari mulutnya. Bukan hanya batang
kemaluanku saja yang
dimainin. Bijikupun kadang-kadang dikulum-kulum sambil
sesekali digigit-gigit.
Akh..... luar biasa
sekali. Sambil menggigit bijiku, batang kemaluanku dileus-elus
serta diremas-remas. Dan
ketika aku sudah nggak tahan lagi, tampaknya ia tahu
dan langsung batang
kemaluanku kembali dimasukkan ke mulutnya dan
memperhebat kuluman
serta sedotannya.
Akhirnya aku benar-benar
nggak tahan dan bermasuk mencabut dari mulutnya. Tapi
rupanya ia nggak rela
kemaluanku keluar dari mulutnya, sehingga spermaku keluar
di mulutnya.
Ahhh....benar-benar kurasa nikmat ketika spermaku tertumpah keluar.
Ia tampak gembira sekali
dengan keluarnya spermaku. Ia sedot semua spermaku
seakan-akan nggak rela
spermaku tertumpah denga percuma. Namun karena aku
mengeluarkan sperma
cukup banyak sehingga sebagian keluar menetes dimulutnya.
Reni mengusap spermaku
yang keluar dari mulutnya dengan tangannya, kemudian
menjilati tangannya yang
belepotan spermaku. "Ah... San punyamu enak sekali".
Rupanya Reni belum puas
dengan permainan awal tersebut. Ia kembali menjilati
kemaluanku, sehingga
dalam waktu singkat kemaluanku kembali tegang. Ia tampak
gembira sekali. Namun
untuk kali ini aku juga ingin merasakan vaginanya. Langsung
aja aku telanjangi dia,
sehingga tubuhnya yang mulus terpampang di depanku. Aku
terkagum dengan bodynya
yang aduhai. Payudaranya cukup besar dan kencang,
sedangkan bulu-bulu
kemaluannya cukup lebat menutupi vaginanya. Langsung aku
buka lebar-lebar kedua
pahanya, dan aku tancapkan kemaluanku.
.......AHHH..........."ia
menjerit kecil ketika kemaluan menancap sebagian. Aku masih
nggak puas karena baru
sebagian yang masuk, sehingga aku tancapkan lebih dalam
lagi. Reni benar-benar
kelojotan ketika kemaluanku mulai merojok-rojok
kemaluannya dengan
dengan hebat. Ia berusaha mengimbangi dengan goyang-
goyangnya yang menurutku
luar biasa sekali, sehingga aku merasa kan seakan-akan
kemaluanku
diplintir-plintir.
"........ah.....ah.....ah......"
Ia terus mengerang-ngerang ketika genjotan kemaluanku
semakin kuperhebat,
hingga tiba-tiba ia menggerang dengan hebat, dan kemudian
lemas, dan tampak
kelelahan. Aku tahu ia sudah orgasme. Tapi aku nggak perduli.
Bahkan aku memperhebat
genjotanku. Dan ketika aku sudah mulai merasakan akan
keluar, segera kucabut
kemaluanku dan kembali kujejalkan ke mulutnya. Reni
tampak senang sekali,
ketika untuk kedua kalinya spermaku tertumpah dimulutnya.
Dan untuk kedua kalinya
pula ia hisap habis spermaku.
>>>>>>>>>>TAMAT<<<<<<<<<<
0 comments: on "Cerita SEX Pengalamanku"
Post a Comment